INVITATION TO THE DANCE
Kolaborasi Nada Sepenuh Jiwa

Konser bertajuk 'Invitation to the Dance'. (IMAGE DYNAMICS)
Pertunjukan malam itu dibuka lewat permainan selo yang pelan. Lamat-lamat suara selo yang sayu terdengar dijawab oleh bunyi klarinet dengan nyaring.
Perpaduan apik dua alat musik di bagian awal itu seolah mewakili percakapan antara lelaki dan perempuan yang menari berpasangan. Itulah awal komposisi Invitation to the Dance karya Carl Maria von Weber, yang di bawah arahan tangan konduktor Avip Priatna, menyapa penikmat musik pertunjukan dengan megah.
Kemeriahan konser yang dibawakan sejak komposisi pertama membuat seluruh penonton di dalam ruangan tergerak untuk berdansa. Betapa tidak, ketukan nada bernuansa tarian Eropa sangat kental terdengar. Tanpa disadari, kaki-kaki yang berjajar pun ikut bergoyang.
Nuansa klasik dari musik Eropa berlanjut pada komposisi berikutnya. Belum hilang dan masih terasa. Meski bertemakan musik tarian, tak semua komposisi yang dibawakan "mengajak" penonton bergoyang.
Pada komposisi Pavane gubahan Gabriel Faure, misalnya, tempo yang dimainkan lambat. Alih-alih larut dalam gerak dan lagu, penonton justru terpukau habis mendengar kemerduan paduan alat musik yang dimainkan.
Alunan nada yang melambat pada paruh babak pertama akhirnya pecah. Adalah komposisi karya komposer Tanah Air Fero Aldiansyah yang membuat tempo kembali meningkat.
Komposisi berjudul Panen Raya dibuka dengan suara-suara seruling, diiringi latar rebana dan kendang yang khas Indonesia. Nuansa pesta sangat terasa sejak awal komposisi. Namun, tak berapa lama, Fero menghadirkan atmosfer menegangkan dalam ruangan.
Fero menawarkan gimmick dengan menghentikan lagu di tengah dan membuat penonton tertawa singkat. Tak kalah hebat dari karya-karya klasik komposer kenamaan Eropa, Panen Raya pun ditutup dengan tiupan terompet dan hujan tepuk tangan meriah dari penonton.
Penampilan spesial Jonathan Kuo baru bisa dinikmati dalam komposisi karya Franz Liszt, Totentanz. Nuansa seram yang dihadirkan di awal lagu tak berlanjut sampai ke tengah. Penampilan Jonathan yang memukau tentu saja menghipnosis penonton. Seluruhnya terpaku melihat lihai jarinya memainkan anak-anak piano.
Jonathan bukan satu-satunya special performance yang aksi panggungnya benar-benar dinantikan malam itu. Penampilan Isyana Sarasvati tak kalah menakjubkan.
Suara emas Isyana-ditunjang gaun putih yang ia kenakan hingga menyentuh lantai, dengan model bagian belakang seperti sayap kupu-kupu-benar-benar memukau penonton yang memenuhi Teater Jakarta. Dua lagu yang dibawakannya, Les Filles de Cadix karya Leo Delibes dan Frühlingsstimmen-Walzer, Op 410 milik Johann Strauss II.
Suara sopran yang tinggi membuat penonton semua berdecak kagum. Apalagi, mimik Isyana yang ikut bermain sepenuh jiwa membuat lagu yang dibawakan semakin hidup untuk dinikmati. Malam itu, Isyana membuktikan bahwa dirinya bukanlah penyanyi sembarangan.
Konser bertajuk ‘Invitation to the Dance' berakhir sempurna atau setidaknya, membahagiakan semua. Bahkan, seusai Avip membawakan komposisi Danse Bacchanale karya Camile Saint-Saens, yang notabene menjadi penutup kolaborasi, penonton tak mau lekas pergi. Sampai-sampai, Avip harus kembali mengarahkan para pemainnya untuk membawakan hiburan tambahan.
Pimpinan Jakarta Concert Orchestra, selaku konduktor malam itu, Avip Priatna, mengatakan, pergelaran musik orkestra tersebut sengaja merangkum seluruh jenis musik tarian dari berbagai belahan dunia.
Ada banyak karya dari komposer klasik dari Eropa yang mengangkat unsur tari-tarian di dalamnya. Mulai dari musik tarian yang berdasarkan lagu rakyat yang populer sepanjang Zaman Romantik (periode kebangkitan musik klasik Barat pada akhir abad ke-18 atau akhir abad ke-19), hingga musik tarian yang terinspirasi dari musik kematian.
"Saya mencoba untuk mengambil dari berbagai macam negara. Kurang lebih yang bisa secara mood ada benang merah, bagaimana warna karakter komposer yang berbeda bisa disampaikan," kata dia, selepas konser malam itu.
Meski begitu, Avip juga sengaja menyisipkan satu komposisi autentik dari negeri sendiri dalam konsernya kali ini. Menurut dia, komposisi Panen Raya karya Fero Aldiansyah terinspirasi dari tarian di Minangkabau. Lagu yang menggambarkan suasana pesta rakyat selepas panen itu merupakan realita yang terjadi hingga saat ini di Indonesia, bukan hanya di Sumatera Barat.
Ia menjelaskan, Indonesia adalah negara yang memiliki beragam kebudayaan. Dari segala macam kebudayaan itu, lahir ratusan tarian yang hidup di dalamnya dan berkembang seiring kreativitas anak bangsa. Karena itu, Avip mencoba mengangkat satu tarian untuk ditampilkan.
"Malah kalau bisa, kita ingin bikin khusus musik yang terinspirasi dari tarian Indonesia dari belahan barat sampai timur negeri," ujarnya, optimistis.
Isyana di sisi lain merasa sangat puas dengan penampilannya. Meski hanya dua kali latihan secara langsung, Isyana mengaku menikmati setiap proses yang dilakukan hingga bisa tampil di atas panggung.
Reportase :
Editor : Admin