DPR Didesak Evaluasi KPI

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). (ISTIMEWA)
JAKARTA (HN) -
"DPR seharusnya memanggil mereka (KPI) untuk audiensi agar kinerja lebih baik lagi," kata Anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) Bayu Wardhana di Jakarta, Kamis (26/4).
Bayu menjelaskan, KNRP menilai KPI semakin membiarkan pelanggaran isi siaran di televisi. Sebab, belakangan ini terus bermunculan program acara yang secara nyata melanggar peraturan KPI soal Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program (P3 dan SPS).
"Isi siaran yang dimaksud adalah acara yang lebay dan mengangkat mistik. Acara-acara reality show tersebut tidak boleh disiarkan," katanya.
Bayu mengibaratkan, KPI bagaikan wasit dalam sebuah pertandingan olahraga. Lembaga ini sepatutnya menjalankan tugasnya dengan betul. Pasalnya, KPI berhak menjatuhkan sanksi perusahaan televisi yang melakukan pelanggaran isi siaran.
"Karena tayangan tersebut bisa berdampak negatif jika ditonton anak-anak. Regulasi dan pedoman sudah ada. Namun, KPI tidak pernah mengambil langkah tegas," sesal Bayu.
Tahapan yang dapat dilakukan terkait pelanggaran isi siaran yaitu memberikan teguran pertama, teguran kedua, dan sanksi. Hukuman yang diberikan juga beragam. Program ini bisa dihentikan selamanya atau sementara.
"Namun, KPI sekarang tidak pernah menerapkannya. Mereka sebatas memberikan teguran kedua dan kembali ke teguran pertama," ujarnya.
Menurut Bayu, satu-satunya izin program yang dicabut KPI adalah program 'Empat Mata' pada 2008. Sementara reality show yang kerap mendapat teguran adalah 'Dahsyat' dan 'Fesbuker'.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Hendriyani menilai, banyak program reality show yang mengumbar kisah kehidupan pribadi dengan dihiasi drama penuh air mata dan sering kali mengandung muatan kekerasan. Sebagian program acara tersebut ditayangkan setiap hari pada siang dan sore hari. Padahal, anak dan remaja banyak menonton televisi pada waktu tersebut. Acara-acara ini memiliki klasifikasi "R" atau Remaja.
"Jika melihat muatannya, patut dipertanyakan apakah muatan acara itu sesuai dengan kriteria acara untuk remaja yang ditetapkan P3 dan SPS," ujarnya.
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almayshari menilai KNRP berhak menyampaikan penilaian dan desakan agar KPI dievaluasi.
"Nanti kami rapatkan KPI di Komisi I," katanya.
Komisi I DPR, lanjut Abdul, memiliki metode penilaian terkait kinerja KPI. Mereka terus mengevaluasinya setiap akhir tahun dalam rapat resmi.
Terkait penyaringan anggota, Abdul berujar, penyaringan kandidat pengurus KPI dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Komisi I hanya bertugas menggelar uji kepatutan dan kelayakan.
Komisi I DPR RI didesak mengevaluasi kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Desakan ini mengemuka karena KPI dinilai tidak maksimal dalam mengawasi isi siaran.
"DPR seharusnya memanggil mereka (KPI) untuk audiensi agar kinerja lebih baik lagi," kata Anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) Bayu Wardhana di Jakarta, Kamis (26/4).
Bayu menjelaskan, KNRP menilai KPI semakin membiarkan pelanggaran isi siaran di televisi. Sebab, belakangan ini terus bermunculan program acara yang secara nyata melanggar peraturan KPI soal Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program (P3 dan SPS).
"Isi siaran yang dimaksud adalah acara yang lebay dan mengangkat mistik. Acara-acara reality show tersebut tidak boleh disiarkan," katanya.
Bayu mengibaratkan, KPI bagaikan wasit dalam sebuah pertandingan olahraga. Lembaga ini sepatutnya menjalankan tugasnya dengan betul. Pasalnya, KPI berhak menjatuhkan sanksi perusahaan televisi yang melakukan pelanggaran isi siaran.
"Karena tayangan tersebut bisa berdampak negatif jika ditonton anak-anak. Regulasi dan pedoman sudah ada. Namun, KPI tidak pernah mengambil langkah tegas," sesal Bayu.
Tahapan yang dapat dilakukan terkait pelanggaran isi siaran yaitu memberikan teguran pertama, teguran kedua, dan sanksi. Hukuman yang diberikan juga beragam. Program ini bisa dihentikan selamanya atau sementara.
"Namun, KPI sekarang tidak pernah menerapkannya. Mereka sebatas memberikan teguran kedua dan kembali ke teguran pertama," ujarnya.
Menurut Bayu, satu-satunya izin program yang dicabut KPI adalah program 'Empat Mata' pada 2008. Sementara reality show yang kerap mendapat teguran adalah 'Dahsyat' dan 'Fesbuker'.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Hendriyani menilai, banyak program reality show yang mengumbar kisah kehidupan pribadi dengan dihiasi drama penuh air mata dan sering kali mengandung muatan kekerasan. Sebagian program acara tersebut ditayangkan setiap hari pada siang dan sore hari. Padahal, anak dan remaja banyak menonton televisi pada waktu tersebut. Acara-acara ini memiliki klasifikasi "R" atau Remaja.
"Jika melihat muatannya, patut dipertanyakan apakah muatan acara itu sesuai dengan kriteria acara untuk remaja yang ditetapkan P3 dan SPS," ujarnya.
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almayshari menilai KNRP berhak menyampaikan penilaian dan desakan agar KPI dievaluasi.
"Nanti kami rapatkan KPI di Komisi I," katanya.
Komisi I DPR, lanjut Abdul, memiliki metode penilaian terkait kinerja KPI. Mereka terus mengevaluasinya setiap akhir tahun dalam rapat resmi.
Terkait penyaringan anggota, Abdul berujar, penyaringan kandidat pengurus KPI dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Komisi I hanya bertugas menggelar uji kepatutan dan kelayakan.
Reportase : Alvin Tamba
Editor : Aria Triyudha