Banyak Program Penurunan Kemiskinan tak Tepat Sasaran

"Perlu validasi data dan update sasaran penduduk miskin berdasarkan by name by adress sehingga pelaksanaan dari program-program nasional untuk masyarakat miskin menjadi tepat sasaran dan harus dilaksanakan lebih cepat," kata Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah di Mataram, Selasa (23/7).
Untuk memperbaiki hal itu, pihaknya segera melakukan validasi data secara terintegrasi bersama seluruh instansi terkait, terutama pemerintah desa dan dusun. "Proses pemutakhiran data penduduk miskin akan dilakukan melalui metode rembug desa. Seluruh rumah tangga miskin akan dipasang label atau stiker," ujarnya.
Sejauh ini, banyak penduduk yang secara ekonomi mapan, tetapi masih menerima bantuan beras miskin (raskin). Realitas itu menunjukkan masalah kemiskinan yang dihadapi bukan hanya ekonomi, tetapi juga soal mentalitas. Karena itu, Rohmi mengaku kurang puas meski rilis Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut penduduk miskin di NTB pada Maret 2019 turun 14,56 persen (0,07 persen) dibanding September 2018 sebesar 14,63 persen.
Rohmi mengajak para kepala perangkat daerah dan seluruh jajarannya untuk terus menggencarkan dan memperkuat pelaksanaan program-program intervensi penanggulangan penduduk miskin. Selain itu, harus mencermati dan mengkaji ulang penyebab penurunan angka kemiskinan berjalan lambat.
Kepala BPS NTB Suntono mengatakan, pendekatan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah ketidakmampuan masyarakat memenuhi kebutuhan dasar ekonominya, yakni kebutuhan dasar makanan dan kebutuhan dasar nonmakanan. Kebutuhan dasar makanan adalah pengeluaran untuk memenuhi konsumsi 2.100 kalori per kapita per hari (diwakili paket komoditas kebutuhan dasar makanan sebanyak 52 komoditas). Kebutuhan dasar nonmakanan kebutuhan minimum untuk perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Komoditas makanan yang mendominasi terbentuknya garis kemiskinan di NTB adalah pengeluaran untuk makanan, yakni beras (21,41 persen) dan rokok (11,95 persen). "Garis kemiskinan di NTB sebesar 74,54 persen. Hal tersebut karena pengeluaran untuk membeli makanan dan hanya 25,46 persen untuk pengeluaran nonmakanan seperti perumahan sebesar 8,59 persen di kota dan 9,55 persen di perdesaan," kata Suntono.
Upaya menurunkan kemiskinan pada prinsipnya sangat ditentukan oleh efektivitas dengan catatan pelaksanaan program-program intervensi yang digulirkan pemerintah telah tepat sasaran. Antara lain distribusi beras miskin, Program Keluarga Harapan (PKH), maupun Kartu Perlindungan Sosial (KPS).
Masih tingginya garis kemiskinan di NTB, antara lain disebabkan distribusi raskin belum tepat sasaran. Hasil survei BPS menemukan 27,6 persen dari penduduk paling miskin (desil 1) yang berhak mendapatkan raskin, ternyata tidak menerima. Sebaliknya, terdapat 20,8 persen penduduk mampu/kaya meteri (desil 10) ternyata menerima raskin. Demikian juga, 72 persen rumah tangga miskin di NTB tidak menerima KPS.