Sang Pemenang 'Semua Pertengkaran'

Peter Handke. ( AFP | ALAIN JOCARD)
BELGRADE (HN) -
"Sungguh berani Akademi Swedia membuat keputusan ini. Mereka jelas orang-orang baik," ujarnya.
Kamis (10/10) kemarin barangkali merupakan salah satu hari paling bermakna bagi penulis Austria Peter Handke. Ia diganjar Hadiah Nobel Sastra 2019, penghargaan paling prestisius idaman setiap sastrawan di muka Bumi.
Namun, publik Albania, Bosnia, dan Kosovo menerima kabar itu dengan kemarahan meluap-luap. Di mata mereka, Handke hanyalah tokoh tak bermoral pengagum mantan Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic.
Pada era 1990-an, Handke mengemuka sebagai pembela vokal etnis Serbia selama keruntuhan Yugoslavia. Ia sempat membandingkan etnis Serbia sebagai kaum Yahudi di bawah Nazi Jerman, tapi komentar itu lantas dicabut.
Catatan perjalanannya yang bertajuk A Journey to the Rivers: Justice for Serbia, terbit pada 1996, memicu kontroversi di Eropa. Tiga tahun berselang, ia mengembalikan penghargaan bergengsi Buechner Prize dari Jerman untuk memprotes pengeboman Belgrade oleh NATO.
"Tak pernah terpikir saya merasa mau muntah gara-gara kabar Hadiah Nobel," kata Perdana Menteri Albania Edi Rama via Twitter.
"Mendapatkan pilihan hina dari otoritas moral seperti Akademi Nobel sama saja menyegel rasa malu sebagai kebajikan baru. Tidak, kita tidak boleh mati rasa terhadap rasisme dan genosida."
Anggota Dewan Kepresidenan Bosnia Sefik Dzaferovic menyebut keputusan memenangkan Handke "penuh skandal sekaligus memalukan, dan dengan demikian Komite Nobel sudah kehilangan kompas moralnya".
Reaksi senada juga datang dari Kosovo, yang menderita karena Perang 1998-1999 antara tentara Serbia melawan etnis Albania pro-kemerdekaan.
"Keputusan menghadiahkan Nobel Sastra kepadanya seolah membangkitkan lagi luka tak tertanggungkan dari korban tak terhitung banyaknya," kata Presiden Kosovo Hashim Thaci via Twitter.
Handke saat ini tinggal di Paris. Ia mengatakan kepada AFP, bahwa setelah "semua pertengkaran" atas karyanya, ia akhirnya mengemuka sebagai pemenang dengan hadiah paling bergengsi di dunia sastra.
Reportase : AFP | Dani Wicaksono
Editor : Dani Wicaksono