Bisikan Parpol Dinilai Dominan

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indoneia Ray Rangkuti berpendapat, penyusunan menteri dalam Kabinet Indonesia Maju menunjukkan semangat nepotisme yang kental. Hal ini terlihat dari beberapa posisi (pos) strategis yang tidak ditempati oleh profesional, tetapi justru diberikan pada kader parpol. Dalam konteks ini, Rangkuti sulit menyebut Joko Widodo memiliki independensi.
Pos seperti Kementerian Sosial, Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi, serta Kementerian Perekonomian jadi incaran parpol karena cenderung dekat dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Bukan mustahil parpol bertujuan menghimpun suara jelang Pilkada 2020, sekaligus bermanuver menyongsong Pilpres 2024. Joko Widodo diprediksi sulit mengontrol kabinet.
"Melihat prinsip ideal yang diabaikan, membuat optimisme pada awal pemerintahan Joko Widodo seolah hilang. Imbasnya, Joko Widodo bisa kesulitan mengontrol kabinet secara baik jika melihat dominasi elite yang cenderung memiliki hajat politik masing-masing," katanya di Jakarta, Kamis (24/10).
Reshuffle menteri tak dimungkiri terjadi di tahun pertama. Analis Politik Exposit Strategic Arif Susanto melihat, kecenderungan unsur kompromistis dalam proses penyusunan kabinet memang tampak melekat. Hal ini demi mengakomodasi kepentingan parpol yang menuntut jatah perolehan kursi. Joko Widodo, bahkan tampak mengakomodasi keinginan lain, seperti memasukkan Partai Gerindra.
"Ini yang kemudian menjadi masalah awal bagi Joko Widodo karena kompromi mau tidak mau harus dilakukan sejalan dengan akomodasi keinginan parpol demi menjaga stabilitas politik dan kekuasaan," kata Arif.
Deal-deal dalam politik, diakui Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor biasa terjadi. Meski dapat berdampak negatif dalam demokrasi, masih sulit dihindari. Kekuasaan elite bisa memengaruhi keputusan untuk menyingkirkan orang yang mempunyai kapabilitas. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki kemampuan justru mendapat jabatan.
"Kemampuan dan rekam jejak semestinya diperhatikan demi optimalisasi kerja, jangan justru disingkirkan hanya karena pengaruh kekuasaan," ujar Firman. Kesepakatan dalam politik ini biasanya disesuaikan dengan tingkat kontribusi yang diberikan. Itu terlihat dalam komposisi Kabinet Indonesia Maju yang memberikan porsi lebih untuk kader PDI-P, sebagai partai pemenang pemilu.
Pengamat Politik TePI Indonesia Jeirry Sumampow berpendapat lain. Menurut dia, presiden sudah mencoba melakukan beberapa terobosan yang keluar dari pakem-pakem yang biasa dilakukan, seperti menempatkan Menteri Agama tidak dari Nahdlatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah, Menteri Kesehatan dari unsur militer, dan Menko Polhukam dari unsur sipil. Ini dinilai energi baru.
"Kita lihat, apakah ini memberikan pengaruh baik atau justru menambahkan masalah. Ini yang menjadi tantangan bagi pemerintahan ke depan," kata Jeirry.