UU Pengelolaan Sampah Diminta Diimplementasikan

ilustrasi (HARIAN NASIONAL | AULIA RACHMAN)
JAKARTA (HN) - Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah serta Peraturan Pemerintah No 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga diminta segera diimplementasikan. Sudah tujuh tahun PP No 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah dikeluarkan, namun, hingga saat ini belum ada wujud nyata dari regulasi tersebut terutama terkait kewajiban produsen untuk mengendalikan sampah dari hasil produknya.
“Semoga peraturan tersebut dapat segera ditetapkan dan memuat aturan yang ketat bagi produsen untuk mengurangi secara signifikan penggunaan plastik sekali pakai dalam proses produksinya,” kata Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah di Jakarta, Selasa (12/11).
Berdasarkan laporan organisasi lingkungan internasional Greenpeace, ditemukan ada 855 miliar produk dengan saset plastik terjual secara global pada tahun ini. Sebanyak 55 persen berada di pasar Asia Tenggara. Diprediksi jumlah kemasan saset plastik yang terjual akan mencapai 1,3 triliun pada tahun 2027.
ICEL pun mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan untuk segera mengimplementasikan kedua peraturan tersebut. Mengingat daya tampung Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terbatas di Indonesia, belum lagi adanya beberapa jenis kemasan plastik yang tidak bisa didaur ulang.
Desakan yang sama juga disampaikan oleh Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi. Menurutnya masalah sampah plastik di Indonesia tidak akan selesai, jika dari produsen utama pencetak sampah plastik tidak diawasi dengan tegas.
“Kalau misalnya masyarakat diminta memilah dan bijak, namun disisi lain ini tidak diatur tentu masalah ini tidak akan pernah selesai, karena merekalah yang memproduksi,” kata Atha.
Sebelumnya, Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar mengatakan, saat ini kementeriannya sedang menyiapkan laporan terkait implementasi dari kedua peraturan tersebut.
“Proses salinannya masih belum selesai. Tidak lama, karena proses harmonisasinya sudah selesai,” kata Novrizal.
“Semoga peraturan tersebut dapat segera ditetapkan dan memuat aturan yang ketat bagi produsen untuk mengurangi secara signifikan penggunaan plastik sekali pakai dalam proses produksinya,” kata Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah di Jakarta, Selasa (12/11).
Berdasarkan laporan organisasi lingkungan internasional Greenpeace, ditemukan ada 855 miliar produk dengan saset plastik terjual secara global pada tahun ini. Sebanyak 55 persen berada di pasar Asia Tenggara. Diprediksi jumlah kemasan saset plastik yang terjual akan mencapai 1,3 triliun pada tahun 2027.
ICEL pun mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan untuk segera mengimplementasikan kedua peraturan tersebut. Mengingat daya tampung Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terbatas di Indonesia, belum lagi adanya beberapa jenis kemasan plastik yang tidak bisa didaur ulang.
Desakan yang sama juga disampaikan oleh Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi. Menurutnya masalah sampah plastik di Indonesia tidak akan selesai, jika dari produsen utama pencetak sampah plastik tidak diawasi dengan tegas.
“Kalau misalnya masyarakat diminta memilah dan bijak, namun disisi lain ini tidak diatur tentu masalah ini tidak akan pernah selesai, karena merekalah yang memproduksi,” kata Atha.
Sebelumnya, Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar mengatakan, saat ini kementeriannya sedang menyiapkan laporan terkait implementasi dari kedua peraturan tersebut.
“Proses salinannya masih belum selesai. Tidak lama, karena proses harmonisasinya sudah selesai,” kata Novrizal.
Reportase : YAUMAL HUTASUHUT
Editor : Fifia A Himawan