OPEC Disarankan Pangkas Produksi

OPEC. (WALL STREET JOURNAL)
WINA (HN) -
Menjelang konferensi, harga minyak patokan Brent naik 3,6 persen dan patokan WTI naik 4,2 persen.
Anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) disarankan untuk memangkas produksi minyak mentah kembali. Hal ini dilakukan untuk mendongkrak harga yang selama ini melemah.
Menteri Perminyakan Irak Thamer Ghadban menyarankan beberapa anggota OPEC untuk mengurangi produksi 400 ribu barel minyak per hari. Sejak Oktober 2018, OPEC telah memangkas produksi 1,2 juta barel minyak per hari. Kebijakan itu terus diperpanjang pada Desember 2018 dan Juli 2019.
Beberapa pengamat mengatakan, pengurangan baru produksi minyak akan mendongkrak harga seperti keinginan Arab Saudi untuk mendukung harga saham Aramco saat penawaran perdana saham (IPO).
"Saya mengharapkan pertemuan yang sukses," kata Pangeran Abdulaziz bin Salman ketika tiba di Wina, Kamis (5/12) untuk pertemuan OPEC pertamanya sebagai menteri perminyakan Saudi.
Menteri-menteri perminyakan yang lain sangat tertutup ketika mereka tiba untuk pertemuan dua hari ini.
Pangeran Abdulaziz juga bertemu Menteri Energi Rusia Alexander Novak, menurut sebuah pernyataan Kementerian Energi Rusia. Novak memuji "dialog penting yang ada" kedua negara ketika kedua lelaki itu membahas kerja sama untuk mengendalikan harga minyak dunia dengan negara-negara lainnya dalam anggota OPEC. Mereka juga membahas hubungan ekonomi.
Namun, hingga kini posisi Rusia tidak diketahui terkait perannya di OPEC, apakah akan melakukan kebijakan serupa dengan anggota OPEC atau malah sebaliknya.
Rusia sebagai produsen minyak mentah terbesar kedua di dunia telah bergabung sebagai anggota OPEC+ sejak akhir 2016. Rusia telah kehilangan target bulanan sejak pemangkasan pada November tahun lalu untuk kedelapan kalinya tahun ini.
Irak dan Nigeria -produsen terbesar di Afrika- juga malah rutin menaikkan produksi minyaknya.
Di luar pertemuan di Wina, puluhan aktivis perubahan iklim berkumpul di luar markas OPEC berdemonstrasi memegang spanduk bertuliskan: "Bakar ketidakadilan bukan minyak" dan "Bahan bakar fosil harus pergi".
Sekretaris Jenderal OPEC Mohammed Barkindo -yang menyebut aktivis perubahan iklim sebagai ancaman terbesar bagi industri minyak selama pertemuan terakhir organisasi itu pada Juli- menerima beberapa dari mereka. Dia memastikan "tidak ada yang mendustakan perubahan iklim di OPEC".
"Saya senang Anda ada di sini. Kami akan melanjutkan dialog kami," katanya.
Perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) hingga kini menghambat pertumbuhan ekonomi di China. Dengan pelemahan itu, konsumsi minyak juga tertekan. Begitu juga konsumsi minyak di Eropa.
Selain itu, pasokan produsen minyak di luar OPEC memecahkan rekor. AS telah menjadi produsen terbesar di dunia sejak 2018. Brasil dan Kanada juga telah meningkatkan produksi. Norwegia juga berencana melakukannya.
Menurut perkiraan terbaru AS, total cadangan domestik negara itu sekarang mencapai 452 juta barel. Analis mengatakan faktor-faktor ini akan meninggalkan sedikit ruang bagi OPEC untuk bermanuver jika ingin memenuhi tujuan untuk mengamankan "harga yang adil dan stabil bagi produsen minyak".
Harga telah bertahan relatif stabil sejak pertemuan terakhir OPEC. Satu barel minyak mentah Brent dibanderol sekitar US$ 60, terlepas dari lonjakan pada September yang dipicu serangan instalasi minyak Saudi.
Meskipun ini harga yang nyaman untuk orang-orang seperti Rusia, yang anggarannya pada 2019 didasarkan pada harga sekitar US$ 42 per barel, nilai itu terlalu rendah untuk negara-negara seperti Arab Saudi.
Reportase : AFP | Didik Purwanto
Editor : Didik Purwanto