Menanti Pulihnya Perekonomian

Kebangkitan Industri: Suasana lanskap gedung bertingkat di kawasan jalan Sudirman, Jakarta, Senin (4/5). (HARIAN NASIONAL | AULIA RACHMAN )
SUDAH sebulan lebih Ayu Andira kehilangan penghasilan tetap. Perusahaan tempatnya bekerja tak bisa beroperasi. Klien perusahaannya banyak yang memutuskan kontrak saat pandemi COVID-19. Praktis penghasilan perusahaan nihil. Imbasnya, perempuan 24 tahun ini kehilangan pekerjaan.
Sebagai karyawan outsourcing, ia harus menerima kenyataan. Warga Cililitan, Jakarta Timur, hanya bisa pasrah terimbas pemutusan hubungan kerja (PHK). Dia hanya menerima gaji terakhir dan tunjangan hari raya (THR).
Isyarat bakal kehilangan pekerjaan ia rasakan sebelum pandemi COVID-19. Saat itu, kata dia, perusahaan tempatnya bekerja mulai kesulitan keuangan. "Perusahaan mulai goyang karena pemasukan seret," ucapnya.
Ayu lalu memanfaatkan program pemerintah bagi karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja. Ia berniat mengikuti program Kartu Pra Kerja. Namun, hingga pendaftaran gelombang ketiga, upayanya tak membuahkan hasil. Ia selalu gagal.
Dia bukan satu-satunya karyawan yang di-PHK. Kondisi yang sama dialami Zulfi. Perempuan 25 tahun ini harus diberhentikan akibat perusahaan tempatnya bekerja tak bisa beroperasi lagi. Zulfi sempat bingung sebab bersamaan dengan bulan Ramadhan. "Saya sempat linglung juga," ucapnya.
Zulfi tidak sendirian kehilangan pekerjaan di perusahaan yang bergerak di bidang jasa kecantikan di bilangan Jakarta Pusat. "Beberapa teman juga bernasib sama," tutur warga Condet, Jakarta Timur, ini. Berbeda dengan Ayu yang masih sempat memperoleh THR, Zulfi dan kawan-kawan di-PHK tanpa pesangon dan upah.
Apa boleh buat, Zulfi dan kawan-kawan terpaksa menjadi pengangguran di tengah wabah virus corona baru. Ia juga merasakan, mencari pekerjaan di tengah pandemi COVID-19 bukan perkara mudah.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyadari, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota mau tidak mau berdampak pada sektor ekonomi. Banyak perusahaan yang harus mengurangi kegiatan karyawannya, terlebih perusahaan yang tidak kecualikan dalam peraturan gubernur. Merujuk peraturan gubernur, ada 11 sektor yang dikecualikan boleh beroperasi selama masa PSBB. Itu pun dengan syarat tetap mematuhi protokol kesehatan.
Untuk mendorong kembali pertumbuhan ekonomi, pemerintah pusat mempertimbangkan relaksasi PSBB di beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta. Namun, kebijakan itu akan diberikan untuk wilayah yang kurva kasus positifnya melandai.
Gubernur Anies pertengahan bulan ini mengatakan, perkembangan kasus pasien COVID-19 di DKI Jakarta mulai menunjukkan hasil positif. Meski begitu, dia menegaskan, PSBB masih berlaku dan belum ada kebijakan untuk melonggarkan. Ia mengajak seluruh warga untuk patuh terhadap aturan PSBB.
"Sejak Maret kita sudah mengurangi kegiatan. Alhamdulillah, perkembangannya positif. Namun, kita harus menuntaskan ini beberapa waktu lagi," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (15/5).
Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, pemulihan sektor industri yang menjadi kewenangan pemerintah daerah pascapandemi dipersiapkan oleh Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 DKI Jakarta. Disnakertransgi dan subdinas di bawahnya hanya mendukung bagaimana pelaksanaan PSBB di DKI Jakarta berjalan optimal dan efektif sehingga bisa memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
Namun, menurut dia, persoalan prosedur kesehatan ada baiknya dipatuhi oleh kalangan industri dan tempat kerja lainnya. Dengan begitu, roda ekonomi berputar kembali, karyawan yang terkena imbas pemutusan hubungan kerja seperti Ayu dan Zulfi bisa bekerja lagi.
Reportase : Seruni Rara Jingga
Editor : Tegar Rizqon Alfian