Indonesia Terima Dana Deforestasi dari Norwegia

Indonesia akan menerima pembayaran penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) dari Norwegia senilai US$ 56 juta atau Rp 840 miliar. Indonesia berhasil menurunkan emisi GRK lewat beragam kebijakan untuk menekan laju deforestasi dan degradasi hutan.
Penyerahan dana ini akan dilakukan pada bulan Juni bertepatan dengan peringatan 10 tahun kerja sama kedua negara dalam pendanaan iklim melalui komitmen nota kesepakatan (letter of intent/LOI).
''Dana tersebut dibayarkan dengan skema Result Based Payment (RBP). Ini merupakan pembayaran pertama kalinya atas prestasi penurunan emisi karbon dari kehutanan periode 2016/2017," kata Menteri LHK Siti Nurbaya di Jakarta, Kamis (21/5).
Ia menilai, keberhasilan tersebut tidak terlepas dari komitmen, dukungan, dan upaya korektif pemerintah secara kolektif. Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan sejumlah dokumen dan laporan sebagai prasyarat pembayaran.
Diantaranya dokumen pengukuran, pelaporan, dan verifikasi (MRV) sebagai basis panduan penghitungan RBP untuk kinerja REDD+ Indonesia sejak 2016 dan mencapai kesepakatan pada Februari 2019.
Selanjutnya, laporan penurunan emisi GRK sebagai dasar pengajuan pembayaran RBP pertama. Laporan ini memuat penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan pada 2016-2017, dengan data dasar (baseline) periode 2006-2007 sampai 2015-2016.
Pengajuan resmi dilakukan pada Juni 2019 untuk RBP pertama dari REDD+, dan selanjutnya dilakukan verifikasi sesuai ketentuan MRV.
Pihak Norwegia sejak 1 November 2019 hingga Maret 2020 memverifikasi penurunan emisi tahun 2016-2017 sebesar 11,2 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2eq). Jauh lebih tinggi dibandingkan laporan awal sebesar 4,8 juta ton CO2eq.
"Hasil penilaian ini yang dipakai Norwegia sebagai dasar pembayaran kinerja pengurangan emisi GRK dari deforestasi dan degradasi hutan Indonesia 2016-2017," katanya.
Harga per ton CO2eq sebesar US$ 5 mengacu harga yang berlaku pada World Bank tentang REDD+. Setelah pembayaran pertama, selanjutnya akan dilaksanakan pembayaran karbon (RBP) atas prestasi kerja tahun 2017-2018 dan seterusnya.
Dana tersebut, ujar Siti, akan diserahkan Norwegia kepada Indonesia melalui Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BP-DLH).
Hal ini mengacu PP 46/2017 tentang instrumen ekonomi Lingkungan Hidup dan Perpres 77/2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup.
"Presiden memerintahkan dana ini nantinya digunakan untuk program pemulihan lingkungan berbasis masyarakat. Yaitu dengan sebanyak mungkin melibatkan masyarakat, seperti penanaman pohon dan upaya revitalisasi ekonomi lokal berkelanjutan," katanya.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan regulasi yang mengatur emisi GRK menjadi Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Melalui koordinasi Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi telah disusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Instrumen Nilai Ekonomi Karbon.
Rancangan Perpres ini mencakup pengaturan Instrumen pengendalian GRK nasional dan penyelenggaraan kontribusi yang ditetapkan secara nasional (Nationally Determined Contribution).
"Semuanya saya sudah laporkan kepada presiden melalui surat mengenai pembayaran hasil penurunan emisi GRK dari Norway hingga pengaturan atau regulasi bisnis karbon dan penurunan emisi GRK," ujar Siti.