Mencari Keadilan lewat Online

Sidang dugaan suap dana hibah KONI digelar secar virtual di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/5). (HARIAN NASIONAL | AULIA RACHMAN )
Sidang virtual dinilai bisa dipermanenkan demi semakin mengefektifkan sistem peradilan.
Pandemi virus corona baru (COVID-19) boleh saja menyerang 34 provinsi di Indonesia. Namun, pelayanan publik tak boleh terganggu. Karenanya, inovasi dan adaptasi menjadi kunci untuk tetap bisa melayani.
Di sektor penegakan hukum, pandemi COVID-19 membuat skema persidangan diubah. Aktivitas tatap muka dikurangi. Cara virtual yang dipilih. Skema ini yang dijalankan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sedari medio Maret lalu.
Kata Achmad Guntur, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, persidangan daring perdana dilakukan untuk kasus pidana. Skema ini membuat jaksa penuntut umum, terdakwa, juga penasihat hukum tak perlu berada di pengadilan.
"Mereka di tempatnya masing-masing. Seperti saat sidang 24 Maret, terdakwa tetap di rumah tahanan, didampingi penasihat hukumnya," kata Guntur saat berbincang dengan HARIAN NASIONAL, Jumat (15/5).
Di pengadilan, teknis persidangan tetap berlangsung di ruang sidang. Ada majelis hakim yang datang. Bedanya, tak ada pengunjung di ruang pesakitan. Skema virtual menggunakan aplikasi Zoom. Sejauh ini, belum ada kendala berarti menggelar sidang virtual.
Namun, kata Guntur, pihak rutan masih kekurangan ruangan. Imbasnya, saat sidang berlangsung kerap terdengar suara gaduh. Ini karena terdakwa berada satu ruangan dengan terdakwa lain.
Di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, beberapa perkara perdata terpaksa ditunda. Kata Djuyamto, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara, perkara yang ditunda merupakan kasus lama, ketika layanan perkara secara daring (e-court maupun e-litigation) belum berlaku.
"Perkara lama yang belum terdaftar e-court itu masih ada. Ini tetap harus hadir. Sebagian besar persidangannya ditunda oleh majelis," kata Djuyamto.
Penundaan tak berlaku untuk perkara pidana. Skema daring mulai dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sedari 24 Maret. Beberapa di antaranya telah memasuki agenda pembacaan tuntutan, pleidoi, bahkan putusan. Skema ini, kata Djuyamto, "sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2020, (termasuk) Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020."
Namun, sidang virtual masih menjadi inisiatif masing-masing pengadilan negeri. Musababnya, belum semua pengadilan negeri siap menggunakan perangkat teknologi pendukung.
Menurut Syafrudin Ainor Rafieq, Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sidang daring berlaku untuk seluruh perkara pidana dengan terdakwa berada di rumah tahanan. "Mekanisme ini cukup efektif di tengah pandemi," tuturnya.
Skema sidang daring juga diterapkan Mahkamah Agung. Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menyatakan, seluruh proses persidangan dilakukan secara daring. Sidang virtual, Abdullah memastikan, tetap sesuai KUHP, termasuk demi mewujudkan amanat Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman: mewujudkan peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. "KUHAP dirancang belum mengenal Zoom, sehingga belum mengatur sidang virtual. Perlu digunakan penafsiran analogi. Pengertian hadir atau bertemu tidak hanya fisik juga termasuk virtual," kata Abdullah.
Skema ini dinilainya sangat mungkin diterapkan ke depan, khususnya untuk perkara tertentu dengan menghadirkan dukungan massa dan memerlukan pengamanan ekstra.
Peneliti Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Maria Isabel Tarigan berpendapat, sidang daring harus jadi momentum mengubah sistem peradilan. Ia menilai skema tersebut bisa menjadi permanen, apalagi MA telah mengenal e-court dan e-litigation.
Direktur LBH Jakarta Arif Maulana meminta MA turut membuka akses publik mengikuti proses persidangan daring. Selama pandemi, akses ini masih terbatas.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono menyatakan masyarakat bisa mengikuti sidang. Namun, pengadilan belum memberikan informasi terkait akses tersebut. Namun, Abdullah beda pendapat. Ia menilai akses tersebut tidak bisa diberikan terbuka. Sebab, tak semua orang memiliki kepentingan dalam persidangan. Sherlya
Reportase : Puspita Sari | Aini Tartinia | Esti Tri Pusparini
Editor : Ahmad Reza S