Gali Keterlibatan Eks Sekretaris MA dalam Kasus Lain

Mantan Sekretaris MA Nurhadi (ANTARA | M AGUNG RAJASA)
JAKARTA (HN) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggali potensi keterlibatan eks atau mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dalam perkara lain.
"KPK harus mengembangkan perkara yang melibatkan Nurhadi dan pihak swasta, Rezky Herbiyono," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (2/6).
Menurut dia, permasalahan tak berakhir meski keduanya ditangkap setelah sempat dinyatakan sebagai buronan KPK.
Kurnia menjelaskan, ada beberapa temuan yang mengarahkan dugaan keterlibatan Nurhadi. Salah satunya KPK sempat melakukan penggeledahan di rumah Nurhadi pada April 2016 lalu.
"Dalam kegiatan itu KPK menemukan uang senilai Rp 1,7 miliar dan beberapa dokumen perkara. Tentu hal ini relevan untuk digali kembali untuk mencari dugaan keterlibatan Nurhadi," ujar Kurnia.
Selain itu, pada Januari 2019 lalu dalam persidangan dengan terdakwa Eddy Sindoro, staf legal PT Artha Pratama Anugrah Wresti Kristian mengatakan, mantan Presiden Komisaris PT Lippo Group itu sempat memintanya untuk membuat memo yang ditujukan kepada Nurhadi. Adapun memo ini terkait dengan perkara hukum sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Eddy Sindoro.
Dalam dakwaan Eddy Sindoro, nama Nurhadi sempat muncul karena komunikasi yang dilakukan dengan Edy Nasution. Saat itu Nurhadi meminta agar berkas perkara PT Across Asia Limited segera dikirim ke MA.
"Padahal , perkara tersebut diketahui dijadikan bancakan korupsi oleh Edy Nasution dengan menerima suap dari mantan Presiden Komisaris PT Lippo tersebut," ujarnya.
Selain itu, KPK juga harus mengembangkan dugaan pencucian uang yang dilakukan Nurhadi. Hal ini terkait dugaan penerimaan suap dan gratifikasi sebesar Rp 46 miliar yang diterima oleh mantan sekretaris MA itu. Sebab, selama ini beredar kabar yang bersangkutan memiliki profil kekayaan tak wajar. Sehingga, hal tersebut membuka kemungkinan jika uang yang didapatkan Nurhadi telah digunakan lebih lanjut untuk berbagai kepentingan pribadi.
"Maka dari itu, KPK harus menyangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung ini dengan pasal terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU)," ujarnya.
"KPK harus mengembangkan perkara yang melibatkan Nurhadi dan pihak swasta, Rezky Herbiyono," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (2/6).
Menurut dia, permasalahan tak berakhir meski keduanya ditangkap setelah sempat dinyatakan sebagai buronan KPK.
Kurnia menjelaskan, ada beberapa temuan yang mengarahkan dugaan keterlibatan Nurhadi. Salah satunya KPK sempat melakukan penggeledahan di rumah Nurhadi pada April 2016 lalu.
"Dalam kegiatan itu KPK menemukan uang senilai Rp 1,7 miliar dan beberapa dokumen perkara. Tentu hal ini relevan untuk digali kembali untuk mencari dugaan keterlibatan Nurhadi," ujar Kurnia.
Selain itu, pada Januari 2019 lalu dalam persidangan dengan terdakwa Eddy Sindoro, staf legal PT Artha Pratama Anugrah Wresti Kristian mengatakan, mantan Presiden Komisaris PT Lippo Group itu sempat memintanya untuk membuat memo yang ditujukan kepada Nurhadi. Adapun memo ini terkait dengan perkara hukum sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Eddy Sindoro.
Dalam dakwaan Eddy Sindoro, nama Nurhadi sempat muncul karena komunikasi yang dilakukan dengan Edy Nasution. Saat itu Nurhadi meminta agar berkas perkara PT Across Asia Limited segera dikirim ke MA.
"Padahal , perkara tersebut diketahui dijadikan bancakan korupsi oleh Edy Nasution dengan menerima suap dari mantan Presiden Komisaris PT Lippo tersebut," ujarnya.
Selain itu, KPK juga harus mengembangkan dugaan pencucian uang yang dilakukan Nurhadi. Hal ini terkait dugaan penerimaan suap dan gratifikasi sebesar Rp 46 miliar yang diterima oleh mantan sekretaris MA itu. Sebab, selama ini beredar kabar yang bersangkutan memiliki profil kekayaan tak wajar. Sehingga, hal tersebut membuka kemungkinan jika uang yang didapatkan Nurhadi telah digunakan lebih lanjut untuk berbagai kepentingan pribadi.
"Maka dari itu, KPK harus menyangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung ini dengan pasal terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU)," ujarnya.
Reportase : Aini Tartinia
Editor : Aria Triyudha