Pemupukan Berimbang Tingkatkan Produktivitas Pertanian

Kepala Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian (Kementan) Husnain mengatakan, pertanian ke depan menghadapi berbagai tantangan, seperti degradasi dan penurunan produktivitas lahan, konversi dan fragmentasi lahan, variabilitas dan perubahan iklim, serta terbatasnya infrastruktur.
"Kita semua paham bahwa lahan kita bukan lahan prima semua. Kita sudah mengalami degradasi lahan alami dan degradasi yang dipercepat karena pengelolaan lahan yang tidak baik sehingga mengalami penurunan produktivitas," kata Husnain dalam acara Mentan Sapa Petani dan Penyuluh Pertanian, akhir pekan lalu.
Untuk meningkatkan produktivitas pertanian, kata dia, diperlukan inovasi teknologi, seperti benih unggul bermutu, pemupukan berimbang ramah lingkungan, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), serta penanganan panen dan pascapanen.
Husnain menerangkan, tingkat kesuburan tanah ditentukan oleh jenis tanah dan bahan induknya, iklim, dan sistem pengelolaan lahan. Untuk itu, Balitbangtan telah membuat Peta Status Hara P dan K tanah. Sebanyak 23 provinsi di luar Pulau Jawa dan Jawa telah diperbarui peta status hara-nya.
"Hasilnya, luasan lahan sawah dengan status hara P tinggi meningkat. Luasan lahan sawah dengan status K tinggi meningkat. Artinya, kita sudah memberikan pupuk P dan K selama puluhan tahun itu menyebabkan akumalasi di tanah," tuturnya. Karena itu, rekomendasi pemupukan P dan K untuk padi, jagung, dan kedelai perlu disusun berdasarkan status hara tanah.
Menurut Husnain, pemupukan berimbang adalah memberikan pupuk ke dalam tanah dengan jumlah dan jenis hara sesuai dengan tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai hasil yang optimal. Untuk memberikan pupuk ini, perlu juga mengkombinasikan pupuk anorganik dengan bahan/pupuk organik untuk mendapatkan produksi optimal.
Dia menerangkan, hal yang perlu diperhatikan adalah empat tepat pemupukan, yaitu tepat dosis, tepat waktu, tepat cara, dan tepat jenis/bentuk. Tepat dosis harus sesuai dengan status hara tanah, kebutuhan tanaman yang ditetapkan dengan uji tanah, dan target hasil. Tepat waktu yaitu pemberian pupuk saat tanaman membutuhkan. Tepat cara yaitu penempatan pupuk di lokasi dimana tanaman secara efektif mengakses hara. Tepat jenis/bentuk yaitu formula pupuk sesuai dengan kondisi tanah dan kebutuhan tanaman.
Pada kesempatan tersebut, Husnain juga memaparkan pentingnya mengetahui waktu tanaman membutuhkan hara yang sangat tinggi. Dia mencontohkan, pemupukan pada tanaman padi saat awal pertumbuhan, yaitu pupuk N diberikan sedikit, pupuk P bisa diberikan semua, dan pupuk K diberikan setengah dosis. Saat pertumbuhan dan anakan optimal dibutuhkan pupuk N yang sangat banyak, sementara pupuk K diberikan setengah dosis. Sementara untuk menjaga tanamannya saat pembentukan malai dan pembungaan masih membutuhkan Pupuk N tambahan.
Husnain melanjutkan, pengalaman seorang petani jagung yang sukses di Kalimantan Selatan membuktikan, perbedaan dua atau tiga hari saat memberikan pupuk untuk tanaman jagung akan menghasilkan penurunan antara 1-1,5 ton/ha.
"Jadi, sangat penting menghitung atau menentukan kapan harus memberikan pupuk untuk tanaman. Apabila tanaman sangat membutuhkan makanan tapi tidak diberikan, tanaman akan mencari cara lain untuk bertahan dan itu bisa merugikan petani," kata Husnain.
Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry mengatakan, dalam menetapkan rekomendasi pemupukan yang mudah, cepat, dan tepat, Balitbangtan memiliki suatu sistem penentu, cara atau alat bantu (kits). Untuk perangkat lunak (software), Balitbangtan telah mengembangkan aplikasi decision support system (DSS), seperti Phosphorus dan Potassium Decision Support System (PKDSS), Sistem Pakar Pemupukan Padi (Sipapukdi), Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL), dan Katam (Kalender Tanam) Terpadu. Selain itu, ada perangkat uji (test kit), seperti Perangkat Uji tanah Sawah (PUTS), Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK), Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR), Perangkat Uji Pupuk Organik (PUPO), soil sensor, dan lain-lain.